Saturday, July 26, 2008

aib kepahlawanan

Pernahkah anda melihat orang-orang yang anda anggap hebat, berkat pontensi, tapi kemudian tidak menjadi apa-apa? Atau dengan kata lain, kehidupannya dan prestasi-prestasinya dalam hidup, tidak menunjukan bakat dan pontensi yang sebenarnya ia miliki. Di sekeliling kita banyak orang-orang seperti itu. Mungkin juga saya atau anda. Mereka adalah orang-orang yang tidak mengetahuibahwa meraka menyimpan kehebatan yang sangat dahsyat, atau mungkin mereka merasakannya tapi tidak berminat memunculkannya, atau mungkin berminat tapi ia kalah dengan godaan untuk menjadi “orang biasa” karena menjadi orang biasa membuat hidup lebih santai, renatif tanpa beban, tanpa sorotan, tanpa stres, tanpa depresi.

Menjadi orang biasa dalam godaan bagi para pahlawan. Inilah yang membuat mata air kecermelangan di dalam dirinya hanya keluar dan kemudian tergenang. Dan dimana pun ada genangan air, disitu selalu ada kemungkinan pembusukan. Air itu tidak menggelombang, maka tidak ada debur kehebatan didalam dirinya. Air itu tergenang teduh, dan dalam keteduhannya ia tersedot oleh cahaya matahari kehidupan, maka ia mengering dan habis. Atau ia terkotori oleh sampah yang terbuang dalam genangan itu, maka ia mengeruh dan kemudian membusuk.

Para pahlawan adalah sungai yang mengalir deras, atau yang menggelombang dahsyat. Semua potensi di dalam dirinya keluar satu demi satu, semua kehebatan di dalam dirinya menggelorah ke permukaan bagai gelombang, semua bakat di dalam dirinya tertiup kencang bagaikan badai. Ia menangkan kehidupan, maka ia mengukir sejarah, sebab sejarah adalah catatan pertualangan hidup. Ia mengejar dan menangkap takdirnya, maka ia mendapatkan mahkota kepahlawanan. Sebab mahkota itu tidak pernah dihadiakan, ia diperoleh karena ia direbut. Sebagai kemerdekaan adalah piala yang direbut oleh bangsa-bangsa yang terjajah, seperti itulah kepahlawanan menjadi mahkota yang dinobatkan kepada para pengejarnya.

Karena itulah kepahlawanan senantiasa menjadi beban yang berat bagi jiwa manusia. Karena itulah tidak banyak mnusia yang bersedia menemuh jalan panjang kepahlawanan. Dan jika ada diantara mereka yang bersedia mungkin dia tidak akan bertahan lama. Lalau berhenti, dan menerima hidupnya yang mungkin hanya ala kadarnya. Itulah sebabnya mengapa pahlawan selalu sedikit. Bukan karena tidak banyak yang bisa menjadi pahlawan. Itu lebih karena orang-orang berbakat itu tidak mau dan tidak bersedia memenuhi syarat-syarat kepahlawanan. Dan itulah yang membuat para pahlawan selalu “menderita” karena beban hidup yang banyak ini akhirnya hanya dipikul oleh sedikit orang. Hidup ini seringkali tampak tidak adil dalam pandangan ini, karena ia mendistribusi beban-bebannya secara tidak merata.

Dulu, Abu Tammam, sang penyair hikmah dari tanah Arab. Pernah mengatakan: “Tidak ada aib yang kutemukan dalam diri manusia, melebihi aib orang-orang yang sanggup menjadi sempurna, namun tidak menjadi sempurna.” *

No comments: